Minggu, 31 Oktober 2010

Kasus Agama dan Masyarakat

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

Peristiwa besar hancurnya World Trade Center di New York 11 September 2001 sebagai akibat serangan teroris merupakan catatan sejarah kekerasan yang dituding berbasis agama. Peristiwa pemboman dengan dalih serupa terjadi di Indonesia tepatnya di Legian Bali 12 Oktober 2002 menyusul menambah daftar kekerasan dan terorisme. Kedua peristiwa kemanusiaan tersebut tidak berhenti begitu saja, 20 Maret 2003 serangan Amerika Serikat ke Irak memperburuk tragedi kemanusiaan yang tak kunjung usai. Terakhir tanggal 17 Juli 2009, bom kembali diledakkan dan kali ini kembali di Jakarta yaitu di dua hotel besar sekaligus di kawasan Mega Kuningan yaitu JW Marriot dan Ritz Carlton. Tafsir yang cukup masif atas rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut adalah makna sentimen agama.

Sebenarnya sejarah kekerasan atas nama agama sudah lama menjadi bagian dari kehidupan keagamaan manusia. Agama juga dituding menyebabkan disintegrasi masyarakat. Faktor agama seringkali bukan faktor tunggal dalam memicu konlik kekerasan, terdapat variabel lain yang terkait dengan faktor agama, antara lain adalah faktor politik. Agama dengan mudah ditarik ke dalam dataran konflik sosial karena nilai sensitif agama bagi setiap orang. Emosi keagamaan sangat rentan bagi meluasnya konflik keagamaan karena menempati wilayah sangat dalam bagi setiap manusia sehingga agama mudah menjadi alat legitimasi bagi suatu tindakan.

Solusi dan pencegahan
1. Memahami Agama Sebagai Prinsip Kehidupan Manusia
Agama diturunkan ke ,muka bumi ini untuk kebaikan umat manusia, tidak satupun agama membenarkan tindak kekerasan.Nilai universal agama sangat menjunjung kaidah kemanusiaan.Kekerasan sangat bertentangan dengan nilai luhur dari setiap agama. Agama sebagai penuntun kehidupan umat manusia pada prinsipnya terdiri dari nilai - nilai yang mencerminkan kepedulian yang tunggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan karena itu agama menolak segala bentuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai - nilai tersebut.. Dalam tataran agama, agama manapun sangat menekankan kehidupan yang penuh kedamaian dan sejenisnya serta melarang segala bentuk kekerasan.
2. Adanya Peran Tokoh Agama
Keberadaab umat tidak dapay dilepaskan dari peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama. Tokoh agama oleh karenanya menduduki posisi yang penting dalam kehidupan keberagamaan umat. Tentunya ini sangat berkaitan dengan peran atau tanggung jawab yang di embannya. Tokoh agama harus berupaya membatasi atau mengurangi konflik antar etnis dan agama dengan pendekatan kultural ideologis, haruslah dilakukan dengan mengefektifkan kemampuan pemimpin agama dalam menginterpretasikan dan mengkomunikasikan ajaran agama dengan arif dan keteladanan. Sebab, dari pemimpin agama itulah memahami dan menjalankan ajaran agama. Penafsiran ajaran agama secara komprehensif, yang menjauhkan dari sikap ekslusif dan fanatik sempit akan membawa umat terhindar dari perilaku konflik.

Referensi : Drs. P. Soedarno, M. Sc, Ilmu Sosial Dasar

Kasus Pendidikan Masyarakat dan Kebudayaan

PENGARUH BUDAYA DAN PENDIDIKAN TERHADAP MARAKNYA PERNIKAHAN DINI DI DESA GEJUGJATI PASURUAN
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi maraknya pernikahan dini di Desa Gejugjati Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. Dari beberapa faktor tersebut bersifat kompleks dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Aspek - aspek yang ada paling tidak telah merepresantikan apa yang ada dalam masyarakat beserta unsur-unsurnya. Dalam perkembangannya kemudian, berbagai macam aspek atau pengaruh tersebut menjadikan muncul dan maraknya pernikahan dini di Desa Gejugjati ini.

Faktor yang sangat dominan yang melatarbelakangi pernikahan dini yaitu:
1. Faktor tingkat pendidikan
Sekolah merupakan aktivitas sampingan bagi kebanyakan anak-anak dan remaja di Desa Gejugjati, karena hari-harinya sudah tersibukan dengan membantu orang tuanya. Umumnya remaja dan anak - anak di desa ini diajarkan tata cara bertani dan beternak yang baik sebagai pembekalan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya kelak ketika ia sudah dewasa.. Kebanyakan warga desa kurnag memperhatikan tingkat kematangan kepribadian individu saat melangsungkan pernikahan, mereka umumnya menikah pada masa seorang remaja masih baru pertama mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis dan tingkat pendewasaannya belum sempurna.
2, Faktor Ekonomi
Penduduk Desa Gejugjati mayoritas berasal dari suku Madura, bermata pencaharian sebagai peternak sapi perah, petani, dan buruh tani yang tergolong berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah. Aktivitas pemuda dan anak-anak di desa ini umumnya membantu orang tuanya bertani. Dengan tantangan hidup seperti itu, dampak pada tingkat kesadaran pendidikan, mereka kurang memperhatikan tentang masalah pendidikan.
3. Faktor Budaya
Faktor budaya ini sangat kental mempengaruhi kehidupan masyarakat di daerah ini. Dengan latar belakang kebudayaan perpaduan antara Etnis Madura dan Agama Islam yang menyatu kental menimbulkan budaya seperti yang ada di Desa Gejugjati seperti itu. Dalam tradisi masyarakat Gejugjati bahwa seorang anak yang belum menikah pada umum 18 ataupun 20 tahun akan dianggap sebagai perawan tua.Dan bila mungkin disekitar 14-16 ia menolak lamaran seorang pria ada kemungkinan ia akan menjadi perawan tua atau tidak laku kawin, karena pernah menolak tawaran kawin. Selain itu didalam prinsip masyarakat Gejugjati yang penting kawin dulu, masalah rezeki nanti belakangan karena sudah ada yang mengatur.
Solusi dan Penyelesaian Masalah
Untuk mengurangi semakin tingginya tingkat pernikahan dini di Desa Gejugjati Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan, hal yang harus dilakukan adalah :
1. Pendirian sekolah baru setingkat SLTP untuk menambah jumlah kapasitas daya tampung dari seluruh siswa lulusan SD/MI di Kecamatan Lekok. Agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan dan kepribadian mereka.
2. Menambah tenaga pendidik untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik.
3. Penyuluhan terkait pernikahan dini untuk mengubah tradisi tentang pernikahan dini dengan berbagai dampak buruknya.
4. Penanaman tentang pernikahan dini sejak dini kepada warga dengan berbagai macam dampak negatifnya.

Referensi : Soelaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar; Teori dan Konsep Ilmu Sosial; Refika Aditama; 2001