Tugas Kuliah Ilmu Sosial Dasar
Kamis, 25 November 2010
Kekerasan Dalam Pacaran
Solusi dan Penyelsaian
Sebenarnya kekerasan dalam pacaran tidak akan terjadi apabila tidak ada faktor yang mendorong salah satu pasangan untuk melakukan tindak kekerasan tersebut terlebih lagi faktor tersebut berasal dari hubungan keluarga yang kurang harmonis dan orang tua yang sering bertengkar di depan ananknya karena hal tersebut adalah faktor utama yang mempengaruhi psikologis terhadap salah satu pasangan yang mengalami hal tersebut. Oleh karena itu keserasian hubungan dalam keluarga sangat dibutuhkan untuk menghindari anak melakukan kekerasan terhadap pasangannya.
Referensi: http://denmasagoenk.wordpress.com/2007/11/19/kekerasan-dalam-pacaran/
Kasus Pemuda dan Sosialisasi
HIV/AIDS
Ironisnya, kemungkinanbesar daerah lain di Indonesia juga mengalami hal yang sama kebanyakan yang pengidap HIV/AIDS itu adalah generasi muda. Bila ini terjadi, maka ini menjadi peringatan besar bagi bangsa ini, mengingat pemuda memiliki peran yang luar biasa. Ditangan pemuda hari inilah letak kepemimpinan masa depan ini dipertaruhkan. Bila pemuda telah dihinggapi oleh penyakit mematikan seperti HIV/AIDS, maka pertanda generasi muda kita dalam jurang kehancuran. Para pemuda ibarat ruh dalam setiap tubuh komunitas atau kelompok, baik itu dalam ruang lingkup kecil ataupun luas seperti negara. Mereka merupakan motor penggerak akan kemajuan sebuah negara. Makanya tidak heran, jika ada yang mengayakan bahwa sebuah negara akan menjadi kuat ekstensinya, ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di tengah masyarakat.
Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang terjadi pada kawula muda telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting utama bangsa ini dalam rangka perbaikan sumber daya manusianya. Karena, ketika sebuah etika sosial masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan bangsa dan negara akan mengalami hambatan.
Ternyata miras, narkoba, dan pergaulan bebas merupakan penyebab utama banyaknya kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu disebabkan oleh heteroseksual atau hubungan seks bebas dan penggunaan narkoba suntik. Dari data yang ada hampir 50% penyebaran virus HIV/AIDS di Indonesia disebabkan oleh hubungan seks bebas dan 40,7% karena penyebaran melalui jarum suntik. Bagaimana kita bisa membanggakan generasi muda kita, bila generasi kita satu-persatu mulai terjangkit virus yang mematikan ini.
Kasus Pralanaka Diskriminasi dan Etnis
Lanjut Usia Meningkat di Eropa
Satu dari setiap enam warga Eropa merasa dirinya didiskriminasi. Demikian hasil jajak pendapat yang disampaikan Komisi Uni Eropa di Brussel, Belgia, Senin (09/11).
Selain diskriminasi terhadap penderita cacat, mayoritas warga Eropa berpendapat, di Eropa terdapat diskriminasi luas terhadap keanggotaan etnis. Jajak pendapat dilangsungkan di semua negara anggota Uni Eropa dan di tiga negara calon, yaitu Kroasia, Makedonia dan Turki. Masing-masing negara 1000 responden. Mereka ditanyai tentang kesan dan pengalaman seputar diskriminasi.
Beberapa hasil jajak pendapat tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi ada juga kejutan seperti dituturkan Claire Herrmann dari Komisi Eropa. "Sama dengan hasil tahun 2008, diskriminasi akibat asal-usul etnis dilihat sebagai bentuk yang paling menyebar luas di Uni Eropa. Tapi hal baru di tahun 2009 ini adalah peningkatan nyata dalam diskriminasi akibat usia lanjut atau cacat yang diderita.“
Diskriminasi akibat usia lanjut, tahun 2009 ini naik menjadi hampir 58%. Claire Herrmann merunutnya sebagai akibat dari krisis ekonomi. Dan mayoritas responden mengkuatirkan konsekuensi negatif lebih lanjut dari krisis. 64 persen warga Eropa yakin, krisis ekonomi memperburuk diskriminasi terhadap usia lanjut. 57 persen yakin, diskriminasi terhadap asal-usul seseorang bertambah akibat krisis ekonomi dan 56 % kuatir akan meningkatnya diskriminasi terhadap orang cacat.
Diskriminasi akibat asal-usul, ras, agama, orientasi seksual ataupun kecacatan dan usia adalah hal yang dilarang di Uni Eropa. Namun tidak semua warga Eropa menyadari apa hak-haknya. Banyak korban diskriminasi memilih tutup mulut bukan semata karena takut akan dampak ngatif jika melaporkan perlakuan diskriminatif, tapi juga karena ketidaktahuan. Mereka yang tidak bersedia bungkam, menurut hasil jajak pendapat, memilih untuk pertama-tama mendatangi polisi. Karena itu polisi seharusnya juga peka akan masalah diskriminasi, demikian kesimpulan Komisi Eropa.
Lalu, negara mana yang paling baik rapornya dalam hal diskriminasi dan mana yang paling buruk? Komisi Eropa menolak memberi jawaban. Kondisi di masing-masing negara sangat berbeda, sehingga tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Claire Herrmann juga membantah jika hasil jajak pendapat dianggap menyesatkan.
"Di Swedia, tingkat diskriminasi yang dirasakan sangat tinggi, dan saya yakin itu karena rakyat Swedia memahami masalah diskriminasi. Sementara di tempat lain diskriminasi tidak dibicarakan,“ ungkap Claire Hermann.
Itu berarti, di negara di mana jarang dilaporkan kasus diskriminasi, tidak otomatis berarti situasi di sana sangat baik, tapi mungkin karena orang memilih tutup mulut. Sebaliknya, kesadaran akan hak dan pemahaman masalah, yang bisa meningkatkan jumlah laporan diskriminasi, terkadang berarti isyarat positif.
Solusi dan Penyelesaian
1. Pemerintah harus lebih tanggap mengenai masalah diskriminasi yang terjadi pada warganya
2. Korban diskriminasi jangan hanya diam saja tetapi harus melaporkan perlakuan diskriminasi tersebut ke pihak yang berwajib.
3. Polisi sebagai aparat masyarakat harus peka terhadap masalah diskriminasi
SUMBER: http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4880970,00.html
Minggu, 07 November 2010
Kasus Warga Negara dan Negara
NEGARA HARUS BERTANGGUNG JAWAB ATAS PELANGGARAN HAM DALAM KISRUH DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT)
Bagi bangsa yang modern dan beradab, Pemilihan Umum (Pemilu) yang bebas dan bersih adalah mekanisme menentukan kepemimpinan politik dari waktu ke waktu. Di Indonesia kita baru saja mengalami Pemilu ketiga setelah runtuhnya Orde Baru yang memerintah secara otoriter selama 32 tahun. Indonesia diakui sebagai negara yang berhasil melakukan sistem multipartai, termasuk melakukan Pemilu secara demokratis. Sayangnya, kualitas Pemilu 2009 ini menurun, menunjukkan cacat dan kelengahannya. Sungguh sangat disesalkan pelaksanaan pemilu kali ini dinodai dengan berbagai persoalan yang berujung pada pengabaian hak konstitusional warga negara, utamanya dalam persoalan banyaknya warga yang memiliki hak untuk memilih namun gagal melaksanakan haknya karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Data yang dilansir dari berbagai sumber menunjukkan begitu masifnya pelanggaran seputar hak pilih warga. Mengutip data yang yang disampaikan oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), pelanggaran itu terjadi hampir disemua provinsi, kabupaten dan kota. Data serupa juga disampaikan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang melansir 40 persen persoalan Pemilu 2009 berkisar pada masalah DPT.
Bagi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Jakarta, begitu masifnya pemilih yang gagal melaksanakan haknya dalam pemilu karena tidak terdaftar dalam DPT merupakan persoalan yang sangat serius. Terlanggarnya hak warga negara ini bukan saja mereduksi legitimasi hasil pemilu, namun lebih dari itu kasus ini jelas merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (ham).
Dalam konteks HAM, pelanggaran hak memilih warga secara masif merupakan pelanggaran dalam domain hak sipil dan politik. Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.
Landasan yuridis bagi pemilih dalam pemilu sebenarnya sudah dijamin dalam Undang-Undang 12 tahun 2005 menyangkut kovenan internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pada pasal 25 UU tersebut disebutkan: hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untuk memilih dan dipilih, serta mempunyai akses berdasarkan persyaratan umum yang sama pada jabatan publik di negaranya.
Jelaslah merujuk pada pasal tersebut, banyaknya warga yang tidak bisa berpartisipasi dalam pemilu lantaran tidak terdaftar DPT merupakan bentuk pelanggaran ham serius yang dilakukan negara dalam domain hak sipil politik.
Ketidak mampuan negara dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan KPU sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyediaan DPT merupakan cerminan pengabaian Negara dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia seperti di atur dalam UndangUndang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, dalam konteks hukum pidana, pengabaian ini juga mempunyai konsukuensi hukum. Pasalnya, dalam Undang-Undang 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pada pasal 260 yang mengatur ketentuan pidana dalam UU itu disebutkan; Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000, 00 (dua puluh empat juta rupiah).
Merujuk pada ketentuan tersebut, jelaslah pelanggaran hak pilih warga negara secara massif yang terjadi pada pemilu 2009, merupakan bentuk tindak pidana yang dapat diganjar hukuman penjara. Dengan kata lain setiap warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT meski memiliki hak konstitusional memilih, dapat mengajukan gugatan hukum terhadap penyelengara Pemilu – Pemerintah dan KPU.
Solusi dan Penyelesaian
1. Negara harus bertanggung jawab atas pelanggaran ham yang terjadi dalam kasus banyaknya warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dan gagal melaksanakan hak pilihnya pada pemilu 2009.
2. Sebagai wujud tanggung jawab atas kisruh dalam kasus DPT, PBHI Jakarta mendesak agar Menteri Dalam Negeri dan seluruh anggota KPU Pusat mundur dari jabatannya
3. Sebagai konsukuensi atas mundurnya penanggung jawab penyelenggara pemilu (Mendagri dan seluruh anggota KPU Pusat), PBHI Jakarta mendesak agar Presiden dan Ketua serta pimpinan Fraksi DPR segera mengadakan pertemuan guna membahas pergantian jajaran penyelenggara pemilu agar pelaksanaan tahapan lanjutan pemilu legislatif dan Pilpres tidak terganggu sehingga dapat terlaksana sesuai jadwal .
4. PBHI Jakarta mendukung segala upaya dari pihak manapun yang akan melakukan langkah-langkah hukum terkait dengan kekisruhan dalam DPT.
5. PBHI Jakarta juga siap mendampingi secara hukum siapapun baik individu/ kelompok yang ingin mengajukan gugatan hukum atas kekisruhan yang terjadi seputar DPT.
SUMBER : http://teguhtimur.com/2009/04/11/negara-harus-bertanggung-jawab-atas-pelanggaran-ham-dalam-kisruh-daftar-pemilih-tetap-dpt/
Jumat, 05 November 2010
Kasus Pelapisan Sosial dan Kesetaraan Derajat
- Pemerintah harus berusaha menciptakan budaya sekolah yang sehat dan kondusif agar dapat menciptakan pencapaian akademik siswa ke arah yang lebih baik.
- Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dievaluasi, tujuan penggunaannya harus dikontrol dan difokuskan paling ridak untuk dua hal. Pertama, membangun budaya sekolah yang sehat, transparan, dan akuntabel. kedua, penggunaan dana BOS sebaiknya untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu, baik secara akademis maupun finansial, dalam memperoleh derajat kesetaraan dalam pendidikan
Senin, 01 November 2010
Kasus Individu, Keluarga, dan Masyarakat
- Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
- Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
- Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit.
- Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin
- Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.
SUMBER : http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/Masngudin.htm
Minggu, 31 Oktober 2010
Kasus Agama dan Masyarakat
Referensi : Drs. P. Soedarno, M. Sc, Ilmu Sosial Dasar
Kasus Pendidikan Masyarakat dan Kebudayaan
Referensi : Soelaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar; Teori dan Konsep Ilmu Sosial; Refika Aditama; 2001